Papua Dianeksasi dan Diduduki Indonesia


 

PBB, UNI EROPA, MEDIA INTERNASIOAL MENYEBUT PEJUANG PAPUA MERDEKA-TPNPB SANDERA PILOT PHILIP MARTHENS DI DISTRIK PARO, NDUGA, PAPUA

( Sementara penguasa Indonesia, TNI-Polri sibuk memproduksi, merawat, memelihara dan menggunakan label atau stigma KKB dan teroris)

Oleh Gembala DR. A.G. Socrates Yoman

“Sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak bangsa Papua Barat, dan oleh sebab itu, maka pendudukan dan penjajahan Indonedia di atas  rakyat dan bangsa Papua harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.”

Peristiwa penyanderaan Capt.Philip Marthens  dan  pembakaran Pesawat Susi Air Pilatus Porter PC6/PK-BVY  pada 7 Februari 2013 di Distrik Paro-Ndugama yang dilakukan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) sebagai peristiwa pengulangan yang menuntut perhatian komunitas internasional.

Melalui peristiwa penyanderaan ini, tuntutan TPNPB jelas, yaitu Hak untuk Penentuan Nasib Sendiri sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat penuh secara politik. Suara TPNPB ini bukan persoalan baru, tapi ini sudah merupakan tuntutan rakyat dan bangsa Papua Barat.

Dalam menyikapi tuntutan ini, pemerintah Indonesia melalui Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan Papua secara sah merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“NKRI berdasar konstitusi dan berdasar hukum internasional, dan berdasar kenyataan faktual adalah bagian yang sah dari NKRI,” (15/2/2023)

“Oleh sebab itu tidak ada negosiasi soal itu, dan kami akan mepertahankan serta memberantas setiap yang ingin mengambil bagian secuil pun dari NKRI.”

Posisi Negara soal Papua disampaikan Prof. Mahfud MD berkaitan dengan penyanderaan Pilot Susi Air Philip Mark Merthens yang dilakukan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB)  pimpinan Egianus Kogoya.

Pernyataan yang sama disampaikan Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin menegaskan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan harga mati dan tidak bisa dinegosiasikan untuk kepentingan kelompok, termasuk Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM).

“Sikap kami NKRI harga mati. Jadi tidak bisa menegosiasikan wilayah kesatuan negara Republik Indonesia untuk kepentingan segelintir orang” (15/2/2023).

Mahfud MD belum mengerti Konstitusi Negara Indonesia. Perjuangan Papua Barat Merdeka bukan ilegal, karena dijamin  konstitusi Negara Indonesia, yaitu  Mukadimah UUD1945)

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) MahfudProf. DR. Mahfud MD perlu membaca Pembukaan Mukadimah UUD 1945. Karena konstitusi Negara menjamin hak kemerdekaan segala bangsa di planet ini, termasuk rakyat dan bangsa Papua Barat.

“Sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.”

Pemerintah Indonesia, TNI-Polri juga perlu mengikuti dinamika global dan sejarah perjuangan rakyat dan bangsa Papua Barat sejak tahun 1960-an, karena tuntutan untuk Hak Penentuan Nasib Sendiri rakyat dan bangsa Papua Barat bukan hal baru.

Fakta saat ini membuktikan bahwa
PBB, Uni Eropa, Media Internasional dan seluruh komunitas global mengakui bahwa
Pasukan Sayap Militer Pejuang Papua Barat Merdeka, yaitu Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) yang melakukan penyanderaan Capt.Philip Marthens  dan  pembakaran Pesawat Susi Air Pilatus Porter PC6/PK-BVY  pada 7 Februari 2013 di Distrik Paro-Ndugama, Papua.

Sementara Pemerintah Indonesia, TNI-Polri sibuk memproduksi, memelihara dan menggunakan label dan stigma KKB dan Teroris. Tidak ada inovasi dan kreatifitas yang  beradab,  bermartabat  dan manusiawi untuk mencari solusi persoalan ketidkadilan dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang sudah berlangsung lama.

Tuntutan rakyat dan bangsa Papua Barat jelas, yaitu yang disuarakan TPNPB untuk  Hak Penentuan Nasib Sendiri sebagai bangsa merdeka dan berdaulat penuh ini merupakan tuntutan rakyat dan bangsa Papua Barat mencari keadilan untuk pengakuan kemerdekaan rakyat dan bangsa Papua Barat yang dianeksasi atau dirampok pada 19 Desember 1961 melalui Maklumat Trikora Ir. Sukarno yang dikenal dengan Tiga Komando Rakyat (Tikora).

Isi dari Trikora sendiri yaitu: Gagalkan pembentukan Negara boneka Papua buatan Belanda. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat. Tanah Air Indonesia bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.

Dalam pidato aslinya disebutkan Gagalkan Pembentukan Negara Papua, tanpa kata “boneka”. Jadi, di sini terbukti bahwa penguasa Indonesia menganeksasi atau membubarkan sebuah Negara merdeka.

Negara Papua Barat yang dianeksasi sudah memiliki lambang-lambang atau simbol-simbol Negara, yaitu Nama Negara: Papua, nama bendera: Bintang Kejora, lagu kebangsaan: Hai Tanahku Papua, Mata uang Gulden, lambang negara: Burung Mambruk dan Parlemen: Papua New Guinea Raad, ada rakyat, yaitu rakyat Papua.

Ideologi, nasionalisme dan kebangsaan yang kuat, kokoh dan teguh  rakyat dan bangsa Papua Barar seperti ini, tidak bisa dihapus, dihilangkan atau dibunuh hanya dengan label-label atau stigma-stigma murahan seperti kkb dan teroris.

Tuntuntan dan perjuangan rakyat dan bangsa Papua Barat untuk merdeka dan berdaulat dijamin dan didukung konstitusi Negara Indonesia, yaitu:”Sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.”

Jadi, “Sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak bangsa Papua Barat, dan oleh sebab itu, maka penjajahan Indonedia di atas  rakyat dan bangsa Papua harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.”

Persoalan ketidakadilan, kekerasan Negara, kejahatan kemanusiaan, penyanderaan warga asing seperti ini perlu ada solusi damai antara Indonesia dan rakyat Papua. Solusi bermartabat ialah perundingan damai antara Indonesia dengan ULMWP yang dimediasi pihak ketiga ditempat netral seperti contoh penyelesaikan konflik GAM Aceh dengan Indonesia di Helsinki pada 15 Agustus 2005.

Sudah waktunya Indonesia dan ULMWP duduk satu meja karena pilihan dan pendekatan lain sudah gagal, termasuk pendekatan militer sudah 60 tahun telah gagal dan mengakibatkan korban dan penderitaan panjang dipihak Penduduk Orang Asli Papua (POAP).

Doa dan harapan penulis, para pembaca mendapat pencerahan. 

Selamat membaca. Tuhan memberkati.

Waa…..Waa…..Kinaonak Nowe Nawot.

Ita Wakhu Purom, Sabtu, 18 Februari 2023

Penulis:

1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua;
2. Pendiri, Pengurus dan Anggota Dewan Gereja Papua Barat (WPCC)
3. Anggota Konferensi Gereja-gereja Pasifik (PCC)
4. Anggota Aliansi Baptis Dunia (BWA).

===========

Kontak: 08124888458 (HP)
08128888712 (WA)

Berita Terkait

Top