Seruan Aksi Mimbar Bebas! AMP KK Lombok  “54 Tahun PEPERA 1969 Ilegal Di West Papua, Tidak Demokratis, Cacat Hukum dan Moral”


Perebutan wilayah Papua antara Belanda dan Indonesia pada dekade 1960-an membawa kedua negara ini dalam perselisihan yang kemudian dikenal dengan “New York Agreement/Perjanjian New York”. Perjanjian ini terdiri dari 29 Pasal yang mengatur 3 macam hal. Diantaranya Pasal 14-21 mengatur tentang “Penentuan Nasib Sendiri (Self Determination) yang berdasarkan pada praktik Internasional yaitu satu orang satu suara (One Man One Vote)”.

Dan pasal 12 dan 13 yang mengatur transfer Administrasi dari PBB ke Indonesia, yang kemudian dilakukan pada 1 Mei 1963 dan oleh Indonesia dikatakan ‘Hari Integrasi’ atau mengembalikannya Papua Barat ke dalam pangkuan NKRI.

Kemudian pada tanggal 30 September 1962 dikeluarkan “Perjanjian Roma/Perjanjian Roma” yang intinya Indonesia mendorong pembangunan dan mempersiapkan pelaksanaan Tindakan Pilihan Bebas (Tindakan Pilihan Bebas) di Papua pada tahun 1969. Namun dalam prakteknya, Indonesia memobilisasi Militer secara besar-besaran ke Papua untuk meredam gerakan Pro-Medeka rakyat Papua. Operasi Khusus (OPSUS) yang diketua Ali Murtopo dilakuakan untuk memenangkan Pertempuran Pendapat Rakyat (PEPERA) diikuti operasi militer lainnya yaitu Operasi Sadar, Operasi Bhratayudha, Operasi Wibawa dan Operasi Pamungkas. Akibat dari operasi-operasi ini terjadi pelanggaran HAM yang luar biasa besar, yakni penangkapan, pembunuhan, pembunuhan hak politik rakyat Papua, perusakan seksual dan perusakan budaya dalam kurun waktu 6 tahun.

Lebih ironis lagi, tanggal 7 April 1967 Kontrak Karya Pertama Freeport McMoran, perusahaan tambang milik Negara Imperialis Amerika dengan pemerintahan rezim fasis Soeharto dilakukan. Yang mana klaim atas wilayah Papua sudah dilakukan oleh Indonesia jauh 2 tahun sebelum PEPERA dilakukan. Sehingga sudah dapat dipastikan, bagaimanapun caranya dan apapun rasa Papua harus masuk dalam kekuatan Indonesia.

Tepat 14 Juli – 2 Agustus 1969, PEPERA dilakukan. Dari 809.337 orang Papua yang memiliki hak, hanya diwakili 1025 orang yang sebelumnya sudah dikarantina dan hanya 175 orang yang memberikan pendapat. Musyawarah untuk Mufakat melegitimasi Indonesia untuk melaksanakan PEPERA yang tidak melakukan demokrasi, penuh teror, intimidasi dan penanganan serta adanya pelanggaran HAM berat.

Praktek yang kemudian diterapkan Indonesia hingga saat ini untuk meredam aspirasi prokemerdekaan Papua. Militer menjadi tameng yang reaksioner dan kesenjangan sosial/kesejahteraan menjadi alasan untuk menutupi aspirasi kemerdekaan rakyat Papua dari pandangan luas rakyat Indonesia dan masyarakat Internasional.

Di dasari kenyataan sejarah akan hak politik rakyat Papua yang dibungkam dan keinginan yang mulia rakyat Papua untuk bebas dan merdeka diatas Tanah Airnya, Otsus di berikan tanpa melibatkan seluruh rakyat papua, otsus jilid l maupun otsus jilid ll sama sama di lakukakan ole elite elite politik dan megatasnamakan rakyat. Sehingga pertumpahan darah, penderitaan, penindasan terus terjadi di papua, Hingga sampai saat ini Penggungsian Besar besaran di beberapa daerah konflik terus terjadi, pelanggaran ham terus bertambah, dan masih banyak sekali kejahatan kemanusian yang kolonial indonesia lakukan di papua

Maka dengan itu dalam peringatan 54 tahun PEPERA 14 mei 2023 yang tidak demokratis, cacat hukum dan moral, kami Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Lombok Mengundang seluruh Mahasiswa Papua 7 wilayah Adat yang ada di kota Mataram dan solidaritas Indonesia untuk turut terlibat dalam aksi Pesta Mimbar Bebas yang akan kami laksanakan pada:

Hari/Tgl: Jumat, 14 juli 2023
Waktu : 10: 30 wita-Papua Merdeka
Tempat: Universitas Mataram

Demian Seruan Aksi Mimbar Bebas ini kami buat, atas perhatian dan kehadirannya kami ucapkan banyak terima kasih.

Medan juang, 13 Juli 2023

Panjang umur hal-hal baik!

Panjang umur perjuangan pembebasan nasional Papua Barat!

Berita Terkait

Top